PEKERJAAN SOSIAL DAN PEMBANGUNAN SOSIAL

 

Oleh: Edi Suharto

(Disampaikan dalam Diskusi Pendidikan Dasar HMI Cabang Bandung, 3 November 2002)

 

Pengantar

 

1.   Pekerjaan Sosial adalah profesi pertolongan kemanusiaan yang tujuan utamanya untuk membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat agar berfungsi sosial. Berfungsi sosial menunjuk pada kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan fisik, psikis dan sosial serta dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan peran dan situasi sosialnya (Suharto, 1997)

2.   Pembangunan Sosial adalah pendekatan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kualitas kehidupan manusia secara paripurna; yakni memenuhi kebutuhan manusia yang terentang mulai dari kebutuhan fisik sampai sosial. Secara kontekstual pembangunan sosial lebih berorientasi pada prinsip keadilan sosial ketimbang pertumbuhan ekonomi. Beberapa program yang menjadi pusat pehatian pembangunan sosial mencakup pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, perumahan dan pengentasan kemiskinan.

3.   Secara sempit Pembangunan Sosial dapat didefinisikan sebagai Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Di lihat dari tujuan, sasaran dan pendekatannya Pembangunan Kesejahteraan Sosial berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar (tujuan) kelompok-klompok yang tidak beruntung (disadvantage groups), seperti fakir miskin, anak terlantar, suku terasing (sasaran) melalui kegiatan-kegiatan pemberdayaan ekonomi dan sosial psikologis (pendekatan).

4.   Pekerjaan Sosial memandang bahwa pembangunan tidak boleh hanya difokuskan pada persoalan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) saja. Melainkan harus pula mencakup aspek-aspek sosial, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, kependudukan, ketenagakerjaan, jaminan sosial. Pekerjaan Sosial juga memandang perlunya keterlibatan negara dalam pembangunana sosial dan ekonomi sejalan dengan pandangan demokrat sosial. Jadi tidak berpijak pada prinsip laisser faire laiser fasser sebagaimana diyakini para penganut neo-liberalisme. 

5.   Dalam konteks kekinian di Tanah Air, Pekerjaan Sosial menolak pendekatan pembangunan nasional yang masih dipengaruhi oleh faham neo-liberalisme dan pengaruh “Berkeley Mafia”. Misalnya, industrialisasi yang berorintasi pada sistem konglomerasi dan akumulasi kapital (utang luar negeri), penyerahan sepenuhnya kegiatan ekonomi kepada mekanisme pasar, privatisasi tanpa visi.

 

Model Negara Gagal dan Negera Sejahtera

 

Sejalan dengan pendekatannya yang bersifat holistik, pekerjaan sosial mengkategorikan kemajuan masyarakat atau negara ke dalam empat kategori, yaitu: negara gagal, negara pelit, negara baik hati dan negara sejahtera. Keempat kategori tersebut didasarkan pada Tingkat Pembangunan Ekonomi (PE) dan Tingkat Pembangunan Sosial (PS). Tingkat pembangunan ekonomi dilihat dari Gross Domestic Product (GDP), sedangkan tingkat pembanguan sosial dilihat dri prosentasi pengeluaran negara untuk pembangunan sosial terhadap GDP (lihat Hill, 1996):

 

1.   Negara Gagal. Negara ini ditandai dengan PE yang rendah dan PS yang rendah pula. Indonesia, Kamboja, Vietnam termasuk dalam kategori ini. GDP negara-negara ini masih dibawah US$1000 dan mengeluarkan belanja sosial kurang dari 15 persen terhadap GDP (bahkan Indonesia kurang dari 5% untuk PS dan hanya 0,1% untuk PKS).

2.   Negara Pelit. Meskipun negara ini memiliki PE yang tinggi, tetapi PS-nya rendah. Amerika Serikat, Australia dan Jepang termasuk dalam kategori ini. Secara berturut-turut negara ini memiliki pendapatan (GDP) sebesar US$21.449; US$17.215; dan US$23.801. Namun mereka hanya membelanjakan anggaran negara untuk pembangunan sosial sebesar 14,6 persen, 13,0 persen dan 11,6 persen. 

3.   Negara Baik Hati. PE di negara ini relatif rendah. Kondisi ini tidak menghalangi negara untuk memberi porsi besar terhadap PS. Yunani dan Portugal memiliki GDP sebesar US$6.505 dan US$6.085. Namun negara-negara ini mengeluarkan anggaran untuk PS sebesar 20,9 persen dan 15,3 persen dari GDPnya. Di Asia Sri Lanka termasuk dalam kategori Negara Baik Hati.

4.   Negara Sejahtera. Negara sejahtera memiliki PE dan PS yang tinggi. Merupakan sosok negara ideal. Posisi negara sejahtera diduduki terutama oleh negara-negara Skandinavia, seperti Swedia (PE US$26.652 –  PS 33,1%); Norwegia (PE US$24.924 – PS 28,7%); Denmark (PE US$25.150 – PS 27,8%); dan Finlandia (PE US$27.527 – PS 27,1%). Negara-negara Eropa Barat juga termasuk kategori ini: Belanda (PE US$18.676 – PS 28,8); Prancis (PE US$21.105 – PS 26,5%); Austria (PE US$20.391 – PS 24,5%); Jerman (PE US$23.536 – PS 23,5%); dan Inggris (PE US$16.985 – PE 22,3%). Dengan PE US$13.020 dan PS 19,0%, Selandia Baru juga termasuk kategori negara sejahtera.

 

Konsepsi Islam

 

Pekerjaan Sosial sangat menekankan pentingnya pembangunan sosial. Pembangunan sosial merupakan prasyarat dan indikator kesejahteraan sosial. Pembangunan sosial juga merupakan investasi sosial yang perlu dalam proses pembangunan manusia. Pandangan ini selaras dengan konsepsi Islam mengenai pembangunan yang mengedepankan prinsip keadilan sosial. Al-Quran menolak penimbunan barang dan akumulasi ekonomi pada segelintir orang. Sebaliknya, Al-Quran menganjurkan untuk memperhatikan kaum yang tidak beruntung. Diantaranya: 

 

1.   “Yang mengumpulkan kekayaan (di dunia ini) dan menumpuk-numpukkan, dia mengira bahwa kekayaan itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam api yang menganga” (GS 104:2-4).

2.   “…supaya kekayaan itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” (QS59:7).

3.   “…dan nafkahkanlah sebagian hartamu yang telah Allah wakilkan kepadamu untuk menguasainya (QS 57:7).

4.   “Tahukah engkau orang yang mendustakan agama? Yaitu orang yang bersikap kasar tehadap anak yatim. Dan tidak menganjurkan orang lain untuk memberi makan kepada orang miskin” (QS 89:17-18).

5.   Bahkan pasal 33 ayat 1 UUD 45, yang menetapkan bentuk perekonomian kerakyatan, sejalan dengan QS 49:10 dan QS 4:1 yang menggariskan bahwa orang-orang mukmin bersaudara dan manusia yang takwa adalah yang selalu menjaga hubungan keluarga.

 

Alasan-alasan dari Sunah Rasul saw juga memuat hal yang senada (lihat Qardhawi, 1988; Rahmat 1991):

 

1.   Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa mempunyai makanan untuk dua orang, maka hendaklah ia pergi kepada orang yang ketiga, dan barangsiapa mempunyai makanan untuk empat orang, maka hendaklah ia pergi kepada orang yang kelima atau yang keenam.”

2.   Dari Abdullah bin Umar, dikatakan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Orang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, oleh karena itu janganlah belaku zalim kepadanya, dan jangan membiarkan ia terlantar.”

3.   Rasulullah memilih hidup di tengah para hamba sahaya dan orang miskin. Ia digelari abul-masakin (bapak orang-oang miskin). Kepada sahabat-sahabatnya yang menanyakan tempat yang paling baik untuk menemuinya, beliau menjawab: “Carilah aku di antara orang-orang lemah di antara kamu. Carilah aku di tengah-tengah kelompok kecil di antara kamu.”

4.   Sebagai kepala negara dan pemimpin umat, Nabi Muhammad saw merupakah model yang tiada bandingnya. Dengan untaian kalimat yang puitis, Iqbal melukiskan kebesaran beliau sbb: 

 

Sungguh, hati Muslim dipatri cinta nabi

Dialah pangkal mulia; sumber bangga kita di dunia

Dia tidur di atas tikar kasar; sedang umatnya mengguncang tahta Kisra

Inilah pemimpin bermalam-malam terjaga

Sedang umatnya di ranjang raja-raja

Di Gua Hira ia bermalam; sehingga tegak bangsa, hukum dan negara

Kala shalat, pelupuknya tergenang airmata

Di medan perang, pedangnya bersimbah darah

Dibukanya pintu dunia dengan kunci agama

Duhai, belum pernah insan melahirkan putra semacam dia 

 

Bahan Bacaan

 

Hill, Michael 1996, Social Policy: Comparative Analysis, London: Prentice-Hall

Qardhawi, Yusuf (1988), “Ajaran Islam Tentang Jaminan Kesejahteraan Sosial” dalam Mubyarto dkk., Islam dan Kemiskinan, Bandung: Penerbit Pustaka

Rahmat, Jalaludin (1991), Islam Alternatif: Ceramah-Ceramah di Kampus, Bandung: Mizan

Suharto, Edi (1997), Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, Bandung: LSP-STKS